TRADISI PERILAKU KEAGAMAAN NU (Makesta)

JUDUL                      : TRADISI PERILAKU KEAGAMAAN NU
Tingkat                                 :  MAKESTA ( Ranting, PK Sekolah dan Pesantren )
Tujuan Materi                    :  Mengerti dan memahami tradisi NU serta dasar hukumnya berikut fadhilah dan                                                          penerapannya.
Sifat                                       :  Doktrinatif
Pokok Bahasan                   :  
1.       Tradisi NU, pengertian dan dasar hukumnya (Tahlil, Qunut, Diba’, ziarah qubur, Khaul, tarawih 20 rakaat, adzan 2 dalam jum’at, talqin dsb. )
2.        Fadzilah, Khilafiahnya dan penerapannya
Bahan bacaan                     :
1.        TRADISI ORANG – ORANG NU – H. Munawir Abdul Fatah.Pustaka Pesantren ( kelompompok Penerbit LkiS Yogyakarta. Cet I 2006.
2.        Ke – NU – an . Buku Pertama – Buku Ketiga. PW.Ma’arif DIY.1981
3.        Majalah RISALAH. PBNU Jakarta.


Tidak bisa kita pungkiri bahwa salah satu penyebab Nahdlatul Ulama hadir sebagai sebuah lembaga , antara lain, sebagai reaksi atas gerakan puritanisme Wahabi yang gemar menuding pihak lain sebagai ahli bid’ah dan sesat. Tak henti – hentinya kaum wahabi terus mempersoalkan tradisi tersebut dan menganggap upaya untuk membersihkannya dari muka bumi sebagai jihad suci yang jika perlu bisa dilakukan dengan prinsip Fasist yang cenderung menghalalkan segala cara.
Pada dasarnyan NU adalah sebuah identitas kultural keagamaan yang dianut mayoritas umat Islam Nusantara. Apapun jabatan dan profesinya, apapun pendidikan dan keahliannya, apapun partai dan pilihan politiknya, jika sholat subuh membaca Qunut, ketika keluarganya meninggal melakukan tadarrus dan tahlil, atau ketika bulan Maulud mereka gemar mendendangkan syair puji – pujian dan sholawat untuk kanjeng Nabi Muhammad, minimal tidak membid’ahkannya, berarti mereka adalah orang – orang NU.
Cacian, hujatan terhadap perilaku dan tradisi keberagamaan NU seakan tak pernah berhenti dan terus mengalami ujian eksistensi. Terlebih akhir ikhir ini semakin banyak gerakan “Islam Baru” yang gencar melakukan ekspansi ke kantong dan basdis basis NU. Hal I ini dilakukan sembari mengkampanyekan bahwa Sebagaian besar amalan ibadah NU adalah Bid’ah / mengada – ada perbuatan dalam beribadah yang tidak diajarkan oleh agama ( Rosulullah ). Sehingga mereka menyerukan langsung merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits.
Melihat keadaan yang demikian mestinya kita tidak bisa tinggal diam. Terlebih sudah banyak jama’ah nahdliyin yang sudah mulai goyah dan “kepincut” dengan kampanye mereka. Keadaan semakin parah ketika didapati kenyataan bahwa kebanyakan dari mereka yang mulai goyah adalah kader muda yang mempunya potensi akademik tinggi atau minimal mengenyam pendidikan di Lembaga pendiodikan yang bonafide. Sementara dasar keberagamaan mereka lemah. Nah, dalam kerangka inilah perlu kiranya kita melacak ulang Dasar hukum, rasionalisasi dari tradisi, perilaku keagamaan kita. 

Dalam tulisan ini akan dijelaskan beberapa persoalan :

  1. Membaca Ushalli sebelum Takbiratul Ikhram
  2. Membaca Do’a Iftitah
  3. Membaca Basmalah pada surat Fatihah dalam Sholat
  4. Membaca Do’a Qunut
  5. Adzan 2 kali dalam Sholat Jum’at
  6. Shalat Tarawih dengan 20 Raka’at
  7. Ziarah Kubur
  8. Tahlilan
  9. Memutar Tasbih

  1. Membaca Sayyidina
  2. Pujian
  3. Talqien mayit
  4. Haul
  5. Peringatan 7 / 40 hari
  6. Memperingati Maulid Nabi Muhammad
  7. Al Barjanji, Diba’an, Manaqiban
  8. Adzan anak lahir
  9. Tawassul


MEMBACA USHALLI
SEBELUM TAKBIRATUL IKHRAM

Perlu kita ketahui bahwa membaca “Ushalli” bukanlah termasuk Niyat Shalat. Karena niyat adalah perkataan hati sewaktu kita membaca Takbir. Gambaran niyat adalah :
                Lidah membaca : Allahu Akbar
                Hati berkata         : Aku niyat shalat dzuhur.
                                                  Perkataan hati inilah yang disebut Niyat.
Ada segolongan kaumj muslimin yang bilang bahwa membaca “Ushalli” hukumnya Bid’ah.Sebab berarti menambah perbuatan dalam pelaksanaan ibadah shalat. Karenanya perlu kita jelaskan sebagai berikut :
  1. Yang dinamakan shalat adalah perbuatan kita sejak takbiratul ikhram sampai salam. Sedang membaca “Ushalli” itu dilakukan sebelum takbiratul ikhram. Karenanya bukan termasuk perbuatan shalat. Tidak berarti menambah perbuatan shalat. Jadi tidak Bid’ah.
  2. Membaca “Ushalli” itu hukumnya sunnah. Adapun orang NU melakukannya lebih dikarenakan ada manfaat dan faedah : Menuntun hati kita ke arah ketenangan yang penuh. Agar sewaktu lisan membaca takbir, hati sudah tenang dan siap untuk berniat. Jangan sampai, takbir sudah kita baca, tetapi hati kita belum siap dan masih teringat kesana kemari.

MEMBACA DO’A IFTITAH


Iftitah artinya pembuka. Do’a iftitah artinya do’a yang dibaca pada awal shalat.Letaknya setelah membaca takbiratul ikhram dan sebelum membaca Fatihah. Bagi kaum muslimin sebenarnya ada beberapa pilihan bacaan Iftitah, karena memang ada beberapa hadits Shohih yang berkaitan dengan doa iftitah ini. Akan tetapi orang NU lebih suka membaca doa iftitah yang diawali kalimat “Kabiraw walhamdulillahi katsira……”. Alasan pemilihannya lebih dikarenakan isi kandungan doa ini yang lebih bagus dan lebih terasa dan menggigit dibanding yang lainnya.

 

MEMBACA BASMALAH DI AWAL FATIHAH


Kalimat Basmallah merupakan perbincangan yang menarik. Basmalah adalah kalimat pertaama kali yang diajarkan bagi setiap muslim. Tetapi terdapat pertanyaan, apakah Basmalah itu termasuk ayat dari surat Fatihah ataukah tidak?.  Terlebih jika kita melihat dalam Al Quran semua suratdi awali dengan basmalah kecuali sutar Bara’ah.
Ulama NU memutuskan bahwa Basmalah termasuk ayat dari fatihah.  Logika yang dipakai adalah dengan sebutan Fatihah sebagai “ Ayat Tujuh “. Maka jika Fatihah tidak dibaca basmalahnya menjadi hanya 6 ayat. Maka tidak syah membaca fatihah tanpa basmalah. Sekali lagi ini pendapat Ulama NU yang Syafi’iyyah.
Diriwayatkan, Rasulullah suatu ketika menghitung ayat Fatihah dan jumlahnya ada 7 ayat, termasuk basmalah. ( H.R. Bukhari) Lihat di Al Mughni al Mukhtaj, Juz I hlm 157.
Ada beberapa Pendapat :
  • Imam Abu Hanifah dan Imam Malik : Basmalah tidak masuk surat Fatihah, karenanya tidak wajib dibaca.
  • Imam Syafi’I dan Imam Ahmad ( Hanbali ) : Basmalah termasuk Fatihah karenanya harus dibaca keras.
  • Madzhab Hanifah dan Hanbal :  Basmalah dibaca Sirr (pelan )
( Lihat Al Mizan li al Aya’rani Juz I hlm 53)
·          Ada Hadits dari Sahabat Nu’aim al Mujammar, ia mengatakan : Saya sedang Shalat di belakang Sahabat Abi Hurairah, dan ia membaca Basmalah baru alfatihah. (lihat Fiqih Sunnah. Sayid Sabiq Juz I hlm 247)

 

MEMBACA DO’A QUNUT


Anas Bin Malik pernah ditanya : Apakah Nabi menjalankan Qunut pada shalat subuh?Jawab Anas : Ya ! Kemudian ditanya lagi : Letaknya dmana, sebelum atau sesudah Ruku’ ? Jawabnya : sesudah Ruku’ (H.R. Ibnu Sirin ) lihat Fiqih Sunnah Juz ii hlm 38-39
Masih menurut Anas Bin malik ketika ditanya seseorang, di akhir jawabanyya dia menjelaskan bahwa Rasulullah melakukan Qunut sampai akhir hayat beliau.



Dari Abu Hurairah : Rasulullah mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh di raka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdoa : Allahummahdini fi man hadaita, dst…Rasulullah tidak memakai kata Rabbana…..( HR. Hakim ) Hadits Shohih terdapat dalam Kitab Mustadrak

 

MASALAH ADZAN JUM’AT


Pelaksanaan salat Jum’at yang biasa dilakukan warga Nahdliyyin adalah dengan dua kali adzan dan satu Iqamah. Urutannya sebagai berikut :
Muadzin mengumandangkan adzan. Adzan yang pertama ini disebut ADZAN TSALITS.
Lalu Jama’ah melakukan shalat sunnah Qabliyah dua rakaat.
Setelah Khatib naik mimbar dan mengucapkan salam, maka muadzin mengumandangkan adzan lagi. Adzan yang ke dua ini disebut ADZAN AWWAL.
Setelah selesai khutbah maka dikumandangkan lagi IQAMAH. Dan ini disebut ADZAN TSANI.
Dasar hukum :
Adzan Tsalits ini dilakukan pada masa Usman bin affan :




Artinya :
Riwayat dari Saib Bin Yazid katanya : Pada mulanya adzan jum’at itu dikala khatib duduk di atas mimbar ; seperti ini pada masa Nabi, Abu Bakar dan Umar. Maka setelah masa Usman dan manusiapun bertambah banyak datang ke Masjid, ditambahlah adzan tsalits di atas menara. ( H.R. Bukhari )

Aapa yang dilakukan Usman tersebut ternyata diikuti oleh seluruh sahabat yang ada waktu itu. Dengan demikian telah terjadui kesepakatan pendapat di antara sahabat. Rasul memerintahkan kita untuk mengikuti Sunnahnya dan sunnah Khulafaurrasyidin. Usman termasuk salah satunya.




Artinya : Nabi bersabda : Pegangilah Sunnahku (Jalan Hidupku ) dan sunnah khulafaurrasyidin sesudahku (HR. Abu Dawud )

SALAT TARAWIH 20 RAKAAT


Menurut kalangan Ahlussunah Wal Jama’ah, jumlah rakaat tarawih adalah 20 , dilaksanakan dalam 10 kali salanm. Jadi tiap 2 rakaat salam, lalu dimulai dengan takbiratul ikhram lagi.
Adapun dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh sahabat Umar Ibn Khatab dan seluruh sahabat waktu itu. Mereka melakukan dalam 20 rakaat.



Artinya :
Dari Malik dari yazid bin ruman, sesungguhnya ia berkata : Orang – orang di zaman Umar ibnil khattab melakukan ( shalat tarawih dan witir ) dalam 23 rakaat. ( HR. Imam Malik ) lihat di al Muwathha’ juz I hlm 138
Dalam riwayat yang lain juga diriwayatkan :


Artinya : Bahwa sesungguhnya para sahabat di masa Umar Ibn Khatab mendirikan ( Salat Tarawih ) dalam bulan ramadhan 20 rakaat. (HR.Imam Baihaqy)
Adalagi riwayat :




Artinya : Dari Ibnu Abbas, iamengatakan : Rasulullah shalat di bulan ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah witir ( HR. Baihaqy, Thabrani)

Dalam hal ini, kalaupun ada pertentangan tentang jumlah rakaat, justru kita mengikuti perbuatan sahabat Umar dan bukan mengikuti Nabi secara langsung disebabkan :
  1. Tidak ada hadits yang secara jelas menyebutkan jumlah rakaat tarawih yang dilakukan Nabi
  2. Nabi sendiri memerintahkan kepada kita agar mengikuti jejak sahabat Abu Bakar dan Umar yaitu, dalam sebuah hadits yang berbunyi :


Artinya : Ikutlah kalian sesudah aku kepada (ajaran /perbuatan) Abu Bakar dan Umar. (HR.Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah )

Permasalahnnya Adalah : Ada Yang Salah Paham

Ada yang salah paham dalam memahami suatu hadits, sehingga ia memutuskan bahwa salat tarawih itu 8 rakaat dan witir 3 rakaat, jadi sebelas rakaat. Hadits yang dipakai dalil adalah :



Artinya : Siti Aisyah berkata : Tiada Nabi pernah menambah dalam bulan ramadhan maupun di luar Ramadhan di atas sebelas rakaat…

Hadits ini memang benar hadits Sahih, dan juga menyebut bilangan sebelas rakaat. Tetapi maksudnya adalah bukan jumlah rakaat tarawih Nabi. Sebab seperti diterangkan hadits itu sendiri, bahwa sebelas rakaat ituselalu dilakukan Nabi baik dalam bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Padahal tidak ada salat tarawih yang dilakukan di luar Ramadhan.
Adapun yang dimaksud hadits ini adalah jumlah Rakaat salat witir. Bahwa jumlah maksimal raka’at wtir adalah 11 rakaat, baik di dalam ramadhan maupun di luar Ramadhan.


 

 

ZIARAH KUBUR


Sebagai warga Nahdhiyyin dan sebagi seseorang yang pernah merasa dibesarkan, di doakan dan banyak lagi yang lainnya, maka sudah sepantasnya jika kita selalu mengingat jasa para leluhur yang sudah wafat. Tentu kita tidak boleh melupakan begitu saja sebagaimana kalau kucing kita mati, setelah dikubur, habis perkara. Berkaian dengan ziarah kubur, tentu yang kita lakukan adalah mendoakan mereka dan memohonkan ampun atas dosa – dosa mereka dengan cara kita bacakan Al Quran, baca Tahlil dal lainnya.
Namun demikian ada juga yang menganggap ziarah kubur itu musyrik dan haram hukumnya. Mereka menganggap ziarah kubur itu menyekutukan Tuhan. Memang benar, jika di kuburan kta melakukan penyembahan terhadap batu nisan, menyembah kijing, pohon itu namanya musyrik. Nabi Muhammad sendiri bisa melakukan ziarah kubur sebagaimana hadits :




Artinya : Setiap Rasulullah sedang gilir di rumah Aisyah beliau selalu keluar di ujung malam untuk pergi ke kuburan Baqi (Nama Kuburan di Makkagh ) dan katanya : Kesejahteraan buat kalian wahai rumah orang – orang mukmin, besok akan datang kepadamu sesuatu yang dijanjikan dimana sekarang masih ditangguhkan, dan Insya Allah aku akan menyusulmu. Ya Allah ampunilah dosa penghuni kubur Baqi’ Al Gharqad ( Hadits Dari Aisyah )

Memang bahwa mendoakan dan memohonkan ampun leluhur kita tidak harus datang ke kuburan dan cukup dilakukan di rumah atau di masjid. Dalam hal ini ada manfaat sebagaimana Sabda Nabi :




Artinya : Maka lakukanlah ziarah kubur, karena hal itu mengingatkan kepada akhirat. ( HR. Al Hakim )

Dalam hadits yang kedua ini Rasul telah memerintahkan kepada kita. Jadi jelaslah bahwa ziarah kubur itu diperintahkan oleh Nabi dan hukumnya Sunnah. Bukan Musyrik hukumnya, sebab Nabi tidak mungkin memerintahkan perbuatan yang hukumnya musyrik.
  

Comments