Belajarlah Sejarah, tegas Habib Lutfi.
_____________
Balamoa, 28 Agustus 2016
Dalam ceramah Habib Lutfi, malam itu di Lapangan Sepakbola Desa Balamoa, para jama’ah diingkat kembali pentingnya mengerti Sejarah Indonesia. Di awal ceramah beliau mengapresiasi dan menjunjung tinggi dan hormat kepada Generasi Muda yang tegas dan berani menyatakan Anti Narkoba dan Radikalisme, semuga ini menjadi contoh untuk teladan yang lain-lain.
Beliau mengajak untuk berdzikir lebih jauh bahwa Indonesia ini sangat subur, strategis dan sangat potensi, “Apa sih sing di ceblokena nang Indoneia ora tukul?” di beri tanah yang melimpah oleh Allah SWT yang luar biasa, tidak cuma itu termasuk ulamanya, aulinya yang terbanyak di dunia ini, setelah Yamani, nomor dua Indonesia, mestinya ini menjadi kebanggaan. Makanya dari zaman dahulu Para Habib, putranya Kanjeng Nabi mengalir ke Pulau Jawa, bukan karena suburnya, bukan, tapi karena mengerti bahwa di Indonesia akan banyak ulama, akan banyak aulia, itu daya tarik pertama.
Beliau mengajak kepada Pemuda untuk mengerti sejarah, bila tidak mengerti sejarah bangsanya sendiri, pendiri bangsa ini akhirnya kropos, mudah dipengaruhi, mudah digoyangkan sebab kepaten obor. Beliau ingin menyampaikan bahwa mulai sabang sampai meroke itu luar biasa, dan bila kita melihat bahwa ada satu pulau, pulau itu berdekatan dengan aceh. Seandainya kita kuat, sudah maju, kita punya lapangan pesawat, pangkalan persenjataan kuat, jika ini kuat, Ekonomi terbuka maju luar biasa. Karena startgis luar biasa bangsa ini, karena dekat dengan Negara – negera lain, mestinya. Kita-kita ini mempunyai tiket untuk bisa memajukan bangsa ini, cinta kita kepada Indonesia harus melekat.
Di Negeri tercinta ini, kita di kejar oleh-oleh orang-orang sebelum Belanda, terutama Portugis, ketika portugis ingin menguasai, terhalang oleh Pasai, Aceh dan Malaka, perkembangan Islam waktu itu di dominasi dari Malaka. Dan Inggris mengejar, ingin menjatuhkan Malaka, perang terus tapi akhirnya Inggris tumbang juga pada tahun 1511 M. Portugis belum puas, ingin sekali menguasai negeri ini, mereka melewati Ternate, gagal di Ternate, sebab ada adiknya Syarif Hadiyatullah. Itu menandakan bahwa bangsa dan ulama terdahulu sudah menghalau para penjajah, jangan dikira Penjajah itu hanya belanda. Ini perlu di catat, muda mudi harus tahu perjuangan, rekasane orang tua –tua kita pendiri bangsa ini.
Portugis terus berusaha, dan mereka merayu Silinda Wardana, sempat menjatuhkan Raden Fatah yang terpaksa mengungsi di Gunung Lawu. Tidak lama Silinda Wardana di bunuh oleh patihnya sendiri yang namanya Patih Udoro dan setelah mati, patihnya mengangkat pribadinya untuk menjadi Brawijaya VI, lah Patih Udoro ini yang menjadi balanya Portugis, bahkan hebatnya setelah menjadi Raja, Patih Udoro mengangkat para pembantu Raja salah satunya adik Raden Fatah yaitu Raden Husen, agar bisa di adu sama Kakanya yaitu Raden Fatah. Di suatu waktu Raden Fatah mendengar bahwa Patih Udoro ingin mengahncurkan Demak yang bersekongkol degan Portugis, Raden Fatah dan pasukannya menyerang Patih Udoro, Patih Udoro tumbang. Tapi terpaksa ada satu wali yang terbunuh yaitu Maulana Mahdu yang membunuh adalah Raden Husen.
Itu pembelajaran buat kita, bahwa untuk menghancurkan bangsa ini, lewat dalam sendiri, makanya menjadi umat dan bangsa yang waspada. Ringkasnya, pada waktu itu portugis ngitik-ngitik lagi di Jawa Barat lewat Prabu Siliwangi II, mengadakan perjanjian untuk melawan Demak, akhirnya Syarif Hidayatulloh dikirim kesana mempertahankan Sunda Kelapa, Alhamdulillah menang, dan dinamakanlah Jayakarta. Dan kejadian kembali di zaman Sultan Trenggono wafat, wafatnya karena terbunuh, akhirnya perang saudara, Kakak Beradik rebutan kedudukan akhirnya di damaikan oleh Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Giri dan Sunan Gunungjati, dan berdirilah keraton Banjar, dan akhirnya Demak bubar.
Dan muncul VOC, membuat dunia perdangan, membeli tanah di Jakarta, membuat benteng-benteng, Sultan Agung tahu arahnya kemana, maka kirimlah para pasukan sampai dua kali untuk menghancurkan benteng-benteng Belanda, tapi gagal, karena di dalam benteng-benteng banyak nyamuk sehingga para pasukan Sultan Agung pada mati karena nyamuk malaria, tapi api perjuangan tidak berhenti, terus menerus dan berkembang, dan lahirlah Hamangkubuwono I, Hamangkubuwono II dan seterusnya, lahirlah Diponogoro, Kyai Mojo, RA Kartini, Tengku Umar, Cut Nya Dien dan dimana-mana muncul tokoh-tokoh Ulama, tokoh-tokoh bangsa ini, tokoh Pejuang.
Di tahun 900 H, Indonesia sudah melahirkan tokoh Ulama luar biasa, Indonesia bangsa berotak cerdas. Perjuangan – perjuangan luar biasa, dan munculah Pak Karno, Pak Hatta, Jendral Sudirman, Pak Harto untuk mengisi kemerdekaan ini. Karena generasi kita termasuk generasi yang cerdas, bagaimana agar bisa menumbangkan bangsa ini, di tinjau dari sejarah awal, karena bangsa Indonesia berjiwa satria-satria, tidak mudah ditumbangkan. Di tahun 1200 sudah melahirkan ulama-ulama luar bisa yaitu Syekh Ustman Betawi, Syekh Nawawi Bantani, di tahun 900 H sudah melahirkan tokoh besar di Masjidil Haram Abdullah bin Masud Al Jawi, Mursid Tarekot Qodiriyah di Masjidil Haram.
Bangga tidak kira-kira kita ini, jangan ikut-ikutan orang lin, kita punya pendirian, kita adalah orang Indonesia yang mempunyai kultur budaya yang luar biasa. Lebih-lebih setelah Wali Songo, diperkuat kita dengan Al Islam. Bagaimana caranya mengahncurkan bangsa ini, salah satunya yaitu lewat Narkoba, yang anak kecilpun sudah tahu, Narkoba itu haram. Arahnya agar otak kita tidak bisa berfikir agar tidak bisa membangun bangsa ini. Karena di otak ada 12 syaraf yang luar biasa, yang ampuh ada 4, yang di tengah-tengah itu kalau bahasa modern itu namanya chip, itulah yang merekam dan memonitor aktifitas kita, bila chip ini sudah lemah maka umur 30 tahunpun sudah pikun, sebab keracunan lewat obat-obataan. Agar tidak bisa membangun bangsa ini. Makanya saya mengapresiasi adanya kegiatan ini, deklarasi Anti Narkoba dan Radikalisme dalam rangka Bela Negara dan Bela Bangsa. Oknum-oknum yang ingin mengancurkan Indonesia sangat prihatin bila melihat kita duduk-duduk seperti ini, kumpul dengan ulama, TNI, POLRI. Ini kekuatan yang luar biasa.
Dan yang kedua tentang Radikalisme, kita tidak bisa menerima sebab Rasululllah mengajarkan akhlakul karimah, wamauidhotul khasanah, warahmatal lilalamin. Ada orang yang mengajarkan orang Sholat. Orang belum pernah sholat, belum bisa, orang itu sudah tua, umur 50 tahunan, lisannya sudah lemah, untuk menyebut lakhaula saja menyebutnya dengan laka ula. Dia datang ke salah satu orang, saya tidak akan menamakan Kyai tidak, saya sebut oknum.
“Saya ingin belajar sholat”
“Umure pira rika??”
“50 tahun pak”
“Raimu, wis umur 50, mbene pan belajar sholat, wis eling mati koen??”
Bubar itu orang yang mau belajar, karena sudah tua diarani “Raimu”. Coba model seperti ini, yang keras-keras dilakukan, bubar orang yang mau belajar. Coba ada orang yang datang.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
“Alhamdulillah, kebeneran temen, sampean-sampean esih nang langgar”
Orang tua tadi, tidak pernah wudhu dan sholat di Mushola tersebut. Lalu orang tua itu ikut sholat, selesai sholat, orang-orang berkata.
“Wa…”
“Pimeeen”
“Mushola kie, barang sampean melu sholat nang kene, mencoronge nambah Wa”
“hiss, sing bener bae, aja gluen”
“Iya temenan”
Maka orang tua itu, datang ke Musholanya pun lebih awal.
Coba yang dilakukan yang model pertama, yang keras-keras. Bila ada orang tua, belum pernah menginjak mushola, Sang Oknum bilang
“Wis eling mati koen???”
Orang tua tersebut pasti tersinggung, karena kesepuhannya, model seperti itu bukan cara dakwah. Ini perlu di ingat. Contoh yang lain.
“enyong warahi sholat oohh, pendah bisa sholat..”
“wis Wa, bareng-bareng belajar bae Wa, enyong beh esih belajar sholat, yuh bareng-bareng bae yuhhh…”
Itu malah terhormat, tawadhu, andap ashor, maka besoknya orang tua itu datang lagi.
“aku seneng karo Kyai kae, enak di dejak ngomong, ora mbentak-mbentak uwong ora” tegas wong tua itu.
Maka, bertambahlah para jama’ah yang datang ke Mushola, itulah dakwah yang berhasil. Coba kita ingat, kenapa Orang-orang terdahulu dakwahnya berhasil, karena tidak menumbuhkan radikalisme, karena menitik beratkan bilakhlakulkarimah, ini bisa menjadi contoh yang sangat luar biasa. Di buatkan syi’iran, karena untuk belajar bahasa arab butuh waktu lama.
“Kyai, aku pan belajar sholat pripun??”
Bukan, “Usholi fardho dzuhri….” Itu terlalu lama,
“sudah, di hati anda niat, Niat ingsun sholat dhuhur mengahadap kiblat 4 rokaat karena Allah ta’ala, Allahuakbar… Fatehah bisa ora??”
“Bisa”
“Saged?? Waca”
Bukan di suruh membaca “Allahuakbar kabiro walhamdulillahi kastiro dan seterusnya”. Orang disuruh mengahafalkan kalimat tersebut, padahal sudah tua, baru belajar sholat, apa anda menjamin, dia tidak mati dahulu??
Nantinya hal seperti itu wajib di ulang, mewajibakan kepadanya untuk terus mencari ilmu, Insya Allah cara seperti itu akan berhasil.
Kyai dahulu pinter, di buatkan nyanyian rukun islam, agar hafal rukun islam.
“Rukun Islam itu ono limang werna”
“Siji ngucap Syahadatain kang sempurna”
“Loro sholat 5 waktu wajib reksa, subuh duhur ashar maghrib lan isya”
“telu zakat wajib metu kang kuasa, detoaken maring wong kang wajib nrima”
Lah itu, dibuatkan nadhoman-nadhoman, akhirnya orang tua tidak perlu bahasa arab, hafal-hafalan buat wiridan, sambil menunggu imam. Inilah tarbiyah-tarbiyah ulama kita terdahulu, begitu telatennya. Maka kita perlu bercermin kepada beliau-beliau, bagaimana kita menjadi umat yang mampu mengisi kemerdekaan ini dan bisa menyiarkan peninggalan-peninggalan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan ulama-ulama kita terdahulu.
Mungkin itu yang bisa saya sampaikan, yang perlu dicatat oleh kita semua.
Jangan kecewakan Ulama-ulama kita
Jangan kecewakan Sesepuh-sesepuh kita
Jangan kecewakan kedua Orang Tua kita
Jangan kecewakan bangsa kita di hadapan Allah SWT, sehingga menjadi manusia yang memalukan orang tuanya, pendiri-pendiri bangsanya dihadapan Allah SWT, karena kita nanti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
Comments
Post a Comment